Friday 19 March 2010

PAHLAWAN DAN PENGHIANAT

 

Oleh Imron Rosidi

Dimuat di Riau Pos, 10 November 2008

 

Menyambut hari pahlawan tanggal 10 Nopember ini, kita diminta merenung kembali tentang makna pahlawan. Berpuluh tahun yang lalu, pahlawan adalah mereka yang berjuang untuk kemerdekaan dan kedaulatan tanah air tercinta. Mereka berjuang tanpa pamrih. Mereka berjuang dengan semangat dan dedikasi yang luar biasa. Mungkin, diantara sekian puluh nama pahlawan yang telah tercatat di lembaran Negara, masih terdapat sekian juta pahlawan yang belum tercatat. Hal itu wajar saja sebab pahlawan tidak meminta tanda jasa. Pahlawan tidak berambisi untuk mendapatkan penghargaan.  Kalau ada seseorang yang meminta gelar pahlawan, justru akan dianggap aneh oleh masyarakat.

Predikat pahlawan sangat layak diberikan kepada seseorang yang berjuang di luar batas kewajiban yang diembannya dengan luar biasa untuk kepentingan kemanusiaan. Gelar pahlawan kurang layak diberikan kepada seseorang yang berjuang karena tugas. Seorang hakim yang berjuang dengan keras untuk menegakkan keadilan kurang pantas disebut pahlawan. Hal itu dikarenakan sudah menjadi kewajiban seorang hakim untuk menegakkan keadilan. Pejabat KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang  berhasil menangkap para koruptor kurang layak dianggap sebagai sosok pahlawan. Karena sejak awal dia diangkat menjadi pejabat KPK, tugas utamanya adalah memberantas korupsi. Tidak aneh jika di sejumlah Negara, gelar pahlawan sangat terbatas.

Pahlawan akan selalu dikenang dan dijadikan teladan oleh masyarakat. Sosok pahlawan merupakan spirit bagi masyarakat yang sedang terpuruk. Pada zaman kolonial, sosok pahlawan sangat diperlukan untuk memberikan suntikan kesadaran tentang makna perlawanan terhadap penjajahan. Memang, masyarakat yang sedang terpuruk akan selalu menanti kemunculan sosok pahlawan. Mereka mengharapkan tampilnya tokoh yang mampu memberikan spirit untuk kebangkitan. Sebuah masyarakat akan sulit mengalami kemajuan, jika di dalamnya tidak ada satupun sosok yang berjiwa pahlawan.

Pahlawan selalu bermimpi untuk merubah keadaan yang stagnan menuju kemajuan. Dia tidak berharap kekuasaan. Sosok pahlawan akan senantiasa berusaha untuk bergerak dan berkerja dari pojok yang paling tidak terlihat oleh mata manusia. Bagi pahlawan, kekuasaan adalah alat, bukan tujuan. Dalam Islam, sosok paling ideal yang bisa kita sebut pahlawan adalah Nabi Muhammad SAW.

Di dalam kehidupan ini, setiap hal pasti ada lawannya atau pasangannya. Malas memiliki lawan rajin.Hidup mempunyai pasangan mati. Pahlawan bisa saja dilawankan dengan penghianat.  Dengan demikian, mestinya, disamping gelar pahlawan nasional, ada gelar penghianat nasional.

Berbeda dengan pahlawan, penghianat senantiasa berfikir untuk kepentingan nafsunya. Jabatan bagi seorang penghianat adalah tujuan untuk memperbanyak materi dan mengangkat citranya. Dia senantiasa bermimpi untuk meningkatkan posisi kekuasaannya ke yang lebih tinggi. Dalam sejarah,sosok yang tepat kita jadikan cermin sebagai penghianat adalah Fir’aun. Karena posisi raja baginya kurang cukup, akhirnya dia mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan.

Pahlawan sangat sulit kita temukan di Negara ini, sementara penghianat berkeliaran di mana-mana. Harapan kita akan munculnya sosok pahlawan yang mampu memberikan obor bagi kemajuan negeri tercinta ini senantiasa pupus. Posisi negeri kita yang berada di peringkat atas dalam daftar Negara terkorup di dunia menandakan hal itu. Para punggawa Negara yang kita harapkan semangat dan jiwa pahlawannya, justru menampilkan jiwa dan spirit penghianat. Padahal para abdi Negara inilah yang paling pontensial memberikan spirit dan teladan bagi masyarakat. Kalau para abdi Negara berjiwa penghianat, masyarakat akan apatis dan senantiasa stagnan.

Pilkada Riau yang baru saja usai merupakan batu ujian bagi yang menang dan kalah, akankah mereka layak disebut pahlawan atau justru penghianat. Pelaku Pilkada yang kalah pantas disebut berjiwa pahlawan apabila mereka menerima hasil yang telah di release KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan mendukung siapapun yang terpilih. Sikap pahlawan juga ditampilkan  oleh mereka yang kalah dengan seruan dan janji yang kuat untuk bersama-sama membangun Riau agar lebih sejahtera. Sebaliknya, jiwa penghianat akan telihat jika pelaku Pilkada yang kalah melakukan tindakan anarkis untuk melampiaskan ketidakpuasannya.

Pelaku Pilkada yang menang mengemban beban yang lebih berat karena predikat penghianat akan cenderung lebih dekat daripada pahlawan. Bagi pelaku Pilkada yang menang, melaksanakan amanat dan tugas-tugas jabatan yang diemban dengan sebaik-baiknya tidak akan dinilai sebagai sosok pahlawan sebab sudah menjadi tanggung jawab yang terpilih untuk melaksanakan tugas-tugas itu. Namun setidaknya kalau pelaku Pilkada terpilih benar-benar melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik dengan dedikasi yang tinggi demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Riau, niscaya jiwa pahlawan terpancar dan memberikan spirit kepada masyarakat Riau untuk bersama-sama bergerak dan membangun untuk kemajuan. Sebaliknya, jika pelaku Pilkada yang menang tidak mengemban amanat dengan baik, gelar penghianat sangat pantas diberikan kepadanya.

Kalau harapan akan tampilnya sosok pahlawan terlalu mewah sekarang ini, maka masyarakat merindukan terpancarnya jiwa pahlawan dari para pemimpin kita. Jiwa pahlawan bagi kita cukuplah diartikan dengan bahasa sederhana yakni melayani masyarakat dengan baik, melaksanakan tugas-tugas dengan semangat tinggi, dan menghindari KKN. Jika jiwa pahlawan terpancar dari para pemimpin kita, kemajuan dan kesejahteraan  bukanlah mimpi lagi buat kita.

 

No comments: